Penggunaan etanol pada BBM menjadi isu hangat belakangan ini.
Toyota menegaskan bahwa pihaknya mendukung penggunaan etanol karena dapat menghasilkan emisi yang lebih baik.
Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan, di luar negeri saat ini hampir semuanya sudah menerapkan E10 (etanol 10 persen) hingga E20.
Toyota pamerkan Avanza dengan bahan bakar bioetanol di GIIAS 2025
"Bahkan, Thailand sudah bergerak dari E10 ke E20. Di Amerika juga mereka sudah menerapkan di beberapa negara bagian E10, E15, bahkan ada yang E85," ujar Bob kepada wartawan saat ditemui pada seremoni "3 Juta Ekspor Bagi Indonesia" di pabrik Toyota di Karawang, Jawa Barat, Kamis (9/10/2025).
"Di Brasil sendiri sudah E100. Kita sebenarnya 20 tahun yang lalu sudah bisa membuat mesin berbahan bakar etanol 100 persen. Makanya, saya juga bingung mengapa sekarang kita ribut soal etanol 3 persen," kata Bob.
Bob menambahkan bahwa etanol memang memiliki energy density yang lebih rendah dari bensin sekitar 30 persen.
Toyota Innova Zenix Hybrid Flexy Fuel Bioethanol
Namun, emisi yang dihasilkan dapat turun sampai 65 persen.
"Bahkan, di beberapa negara, seperti India, disubsidi. Kenapa? Karena etanolnya itu dari petani. Jadi, jika misalnya permintaan (demand) naik, income petani juga naik. Cuma, mungkin di kita belum begitu banyak petani yang fokus pada pembuatan etanol," ujarnya.
Salah satu petugas SPBU Coco Pertamina 41.502.02 di Kota Semarang sedang menunjukkan Pertamax Green 95 yang baru diluncurkan dan disalurkan di 3 SPBU di di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (5/06/2025).
"Ke depan, jika banyak petani yang sudah mengubah hasil taninya menjadi etanol, ini justru bisa menjadi positive cycle. Jadi, kita tidak melihat masalah politiknya, masalah jual-beli, tetapi secara referensi di negara lain kondisinya seperti itu," kata Bob.
Bob mengatakan bahwa bensin diproduksi melalui tambang, sedangkan etanol oleh petani.
PT Pertamina (Persero) secara resmi mulai menjual Pertamax Green 95 pada 24 Juli 2023.
Jika bensin lebih diutamakan, yang mengeruk keuntungan adalah pemilik tambang, berbeda jika etanol yang dikembangkan.
"Kalau etanol yang kaya siapa? (Petani) tebu, jagung, cassava, sorghum. Jadi, jika itu bisa berkembang dengan baik, itu bisa jadi pilar kedua pertumbuhan ekonomi kita setelah sawit. Ini adalah efek berganda. Cuma, pastinya banyak yang tidak suka jika itu berkembang," ujar Bob.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto sudah menyetujui campuran etanol sebesar 10 persen (E10) untuk BBM dalam rangka mengurangi emisi karbon dan ketergantungan impor BBM.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga menyatakan bahwa mobil-mobil di Indonesia sudah kompatibel dengan kandungan etanol dalam BBM hingga 20 persen.
Meski demikian, Indonesia baru mencoba memasarkan BBM campuran etanol sebesar 5 persen (E5) dengan menghadirkan Pertamax Green 95 dari Pertamina.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com.
