Sistem parkir tanpa petugas kini makin banyak digunakan di berbagai tempat.
Pengguna cukup tap in atau mengambil struk di pintu masuk, lalu saat keluar tinggal scan atau tap out untuk melakukan pembayaran.
Sistem seperti ini banyak diterapkan di area perkantoran, pusat perbelanjaan, hingga gedung-gedung modern karena dianggap lebih praktis dan efisien.
Namun, di balik kepraktisannya, sistem otomatis ini tetap punya risiko jika tak disertai pengawasan manusia.
Area parkir Blok F Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).
Ketua Indonesian Parking Association (IPA), Rio Octaviano, mengingatkan agar sistem parkir modern tidak sepenuhnya bergantung pada mesin. Menurutnya, peran manusia tetap penting untuk memastikan keamanan kendaraan.
“Jadi begini teknisnya, kendaraan masuk dengan cara tap kartu atau mengambil struk. Setelah masuk dan parkir, saat akan keluar, pengguna melakukan scan struk atau tap kartu,” ujar Rio kepada Kompas.com, Kamis (16/10/2025).
Rio menjelaskan, pada proses keluar kendaraan, ada dua tahapan penting yang sering tidak disadari pengguna.
“Nah, sebenarnya pada proses keluar itu ada dua tahapan. Pertama, scan tiket dilakukan untuk memastikan berapa lama kendaraan parkir dan menghitung biaya yang harus dibayar. Tap kartu buat memotong biaya. Hal yang sama juga terjadi jika menggunakan kartu, scan kartu awal untuk hitung lama dan biaya. Kedua, sistem akan otomatis mengurangi saldo dari kartu tersebut,” jelasnya.
Ilustrasi parkir mobil yang dikelola Centrepark
Menurut Rio, sistem parkir yang benar adalah ketika di pintu keluar, setelah scan, pengguna melakukan pembayaran dan transaksi berhasil. Namun, pengawasan tidak berhenti di situ saja.
“Dalam sistem parkir yang baik, jika sudah menggunakan license plate recognition (LPR), maka pelat nomor kendaraan di pintu masuk dan keluar harus sama,” katanya.
Selain itu, peran petugas di ruang kontrol atau control room juga penting. Petugas ini yang memastikan data kendaraan yang masuk dan keluar benar-benar sesuai.
“Kemudian, ada peran petugas di control room atau back office yang memantau. Mereka memastikan pelat nomor benar dan kendaraan yang keluar sesuai—misalnya motor warna biru merek tertentu. Kalau sudah sesuai, barulah petugas membuka gerbang (gate). Itu prosedur yang benar,” ujar Rio.
Pengendara sepeda motor membayar retribusi parkir kendaraan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/12).
Rio mengatakan menemukan lokasi parkir yang mulai menghilangkan proses pengamanan berlapis. Padahal, sistem yang terlalu percaya pada otomatisasi justru bisa jadi celah keamanan.
“Saat ini, saya melihat ada beberapa lokasi yang mulai menghilangkan proses pengamanan berlapis. Jadi, di pintu keluar, setelah scan dan bayar atau tap kartu, gerbang langsung terbuka tanpa proses verifikasi lebih lanjut. Ini yang harus dipahami oleh pengguna jasa parkir maupun pengelola sistem,” katanya.
Menurutnya, banyak pengelola sistem parkir berpikir bahwa dengan menghilangkan petugas, biaya SDM bisa ditekan. Namun, ia menegaskan hal itu bukan langkah bijak.
“Banyak yang berpikir bahwa dengan sistem tanpa petugas (manless), biaya SDM bisa dikurangi. Tapi sebaiknya hal itu jangan dilakukan, karena peran manusia tetap penting untuk menjaga keamanan secara berlapis,” ujar Rio.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com.
